News  

Peluru Baru Fahri Hamzah cs Golkan Hak Angket KPK

Fahri Hamzah dan sejumlah anggota DPR mengegolkan hak angket terhadap KPK. Bergeming dikritik kanan-kiri. |
Loading...

Menitone.com – Sidang paripurna Dewan Perwakilan Rakyat pada Jumat, 28 April 2017, berubah jadi gaduh. Anggota DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Fraksi Partai Gerindra, dan Fraksi Partai Demokrat melakukan aksi walkout.

Sementara itu, anggota DPR dari fraksi lainnya riuh berebut menyampaikan interupsi kepada Fahri Hamzah selaku pimpinan sidang paripurna. Fahri seolah menutup kuping. Wakil Ketua DPR itu akhirnya mengetuk palu tanda menyetujui usul hak angket DPR terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi.

Hak angket digulirkan terkait penolakan KPK membuka isi rekaman pemeriksaan Miryam S. Haryani dalam kasus korupsi proyek e-KTP. Sejumlah anggota DPR disebut telah menekan Miryam agar tak mengungkap nama-nama anggota dewan penerima fulus e-KTP .

Lingkup internal DPR pun tercerai-berai akibat aksi Fahri. Yang menolak, mereka menilai tindakan Fahri gegabah dan kontraproduktif terhadap upaya pemberantasan korupsi. “Tindakan itu buru-buru dan gegabah,” ujar Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Gerindra Ahmad Muzani.

Loading...

Menurut Muzani, sejumlah fraksi telah meminta penjelasan terlebih dulu kepada para pengusul hak angket itu. Tapi apa lacur, palu sudah diketuk oleh Fahri selaku pemimpin sidang.

Awalnya, delapan fraksi di DPR menyetujui usul tersebut. Namun, belakangan, satu per satu fraksi menyatakan tak setuju. Secara resmi ada empat fraksi yang menolak hak angket, yaitu PKB, Partai Gerindra, PKS, dan Partai Demokrat.

Partai Amanat Nasional juga menolak penggunaan hak angket itu. Ketua Umum PAN Zulkifli Hassan mengatakan hak angket itu diputuskan secara sepihak. Pimpinan tidak mengakomodasi suara setiap fraksi yang lazimnya ada dalam sidang paripurna.

Kendati begitu, ia tidak akan memberikan sanksi kepada anggota PAN, Daeng Muhammad, yang meneken hak angket. Hanya, Zulkifli memastikan PAN tidak akan mengirimkan orang untuk ikut dalam panitia angket.

“KPK sekarang sedang mengemban tugas yang berat, mengusut kasus-kasus besar. Karena itu, harus kita dukung penuh. Jangan ada gangguan terhadap KPK,” katanya.

Secara individu, nama-nama yang meneken hak angket dari Golkar antara lain Syaiful Bahri Ruray, Endang Srikarti Kandayani, Agun Gunandjar, Anton Sihombing, Noor Achmad, Ridwan Bae, Muhammad Nur Purnamasidi, Nawafie Saleh, Ahmad Zacky Siradj, dan Adies Kadir.

Dua anggota PDI Perjuangan ikut membubuhkan tanda tangan, yaitu Masinton Pasaribu dan Eddy Wijaya Kusuma. Sedangkan anggota Dewan lainnya adalah Fahri Hamzah (Fraksi PKS), Desmon J. Mahesa (Fraksi Partai Gerindra), Arsul Sani (Fraksi PPP), Daeng Muhammad (Fraksi PAN), Taufiqulhadi dan Ahmad Sahroni (Fraksi NasDem), serta Dossy Iskandar (Fraksi Partai Hanura).

Masinton mengatakan hampir seluruh anggota Komisi III DPR (Komisi Hukum) sepakat secara aklamasi mengusulkan kepada sidang paripurna DPR menggunakan hak angket. Ia mengaku sudah mendapat persetujuan dari fraksi PDI Perjuangan.

“Saya dipanggil oleh fraksi untuk klarifikasi sebanyak 3 kali. Saya menyampaikan kepada fraksi bahwa saya tidak melakukan apa yang dituduhkan dalam persidangan (menekan Miryam). Nah, kemudian saya minta izin kepada fraksi,” kata Masinton kepada detikX.

Menurut Masinton, hak angket sebetulnya merupakan fungsi pengawasan DPR kepada KPK. Sebab, saat rapat kerja selama dua hari antara Komisi III dan KPK, muncul sejumlah pertanyaan soal tata kelola anggaran KPK, temuan laporan Badan Pemeriksa Keuangan pada 2015, serta indikasi pembocoran sprindik, BAP, dan dokumen lainnya.

Juga soal konflik internal di tubuh KPK, yang terkesan ada blok-blokan sehingga memunculkan miskoordinasi antara bawahan dan pimpinan KPK.

Dan yang tak kalah penting, hak angket akan mempertanyakan penyebutan nama-nama anggota DPR dalam kasus e-KTP, yang dianggap menyalahi aturan karena tak pernah disebut dalam BAP. Namun, nama-nama itu keluar dalam persidangan.

“Hal-hal kayak begini kan mestinya harus didalami. Ada apa sebetulnya di KPK? Hak angket ini tidak akan masuk dalam materi perkara,” ujar mantan aktivis mahasiswa 1998 ini.

Hal senada diungkapkan anggota Komisi III dari Fraksi Hanura, Dossy Iskandar. Menurut dia, hak angket merupakan hak yang diatur konstitusi. Ia menolak anggapan bahwa seolah-olah hak angket akan mencampuri proses hukum yang tengah berjalan di KPK.

“Hak angket tidak boleh masuk ke sana. Tapi, kalau soal bagaimana pelaksanaan tugas KPK, di luar itu boleh, dong. Misalnya tata kelola anggaran. Kalau KPK tidak ada kepatuhan soal temuan BPK, terus dia tidak patuh, siapa yang mengingatkan dia kalau bukan DPR,” ujar Dossy kepada detikX.

Fahri sendiri menganggap pengguliran hak angket itu sebagai bentuk kontrol terhadap KPK. Ia bahkan meminta KPK bersikap santai dan tidak terbawa ke ranah politik dalam rangka menyikapi hak angket DPR itu.

“Santai saja. KPK suruh tenang sedikit. Nggak usah bingung kayak lembaga politik, bilang ‘terima kasih kepada fraksi yang tidak mendukung angket’. Apa itu begitu?” katanya.

Apa pun alasannya, usul hak angket itu tetap dinilai sebagai bentuk intervensi terhadap KPK. Sejumlah kalangan meminta DPR menghentikan hak angket itu. Pasalnya, hak angket bertujuan mempertanyakan kebijakan pemerintah, bukan lembaga hukum.

“Itu tidak tepat, hak angket seharusnya diarahkan untuk berkaitan dengan kebijakan pemerintah. Kalau semua proses hukum dengan hak angket, bagaimana hukum ini bisa berjalan?” kata Koordinator Divisi Monitoring Pelayanan Publik Indonesia Corruption Watch Febri Hendri kepada detikX.

Upaya hak angket terhadap KPK, menurut pengamat hukum Indriyanto Seno Adji, merupakan bentuk pelanggaran hukum atas berjalannya sistem peradilan pidana atau contempt ex facia. Sebab, Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menetapkan bab khusus yang berkaitan dengan contempt of court, antara lain Pasal 21 tentang Obstruction of Justice dan Pasal 22 tentang Pemberian Keterangan Tidak Benar alias Palsu.

“Bagi saya, perbuatan DPR dengan dalih hak angket terhadap suatu kasus yang sedang berjalan adalah obstruction of justice,” kata dosen di magister hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia itu.

Adapun KPK tetap pada sikapnya bahwa bukti-bukti terkait dengan kasus yang masih ditangani tidak akan dibuka kecuali dalam persidangan. Menurut KPK, upaya pengungkapan bukti-bukti di luar proses pengadilan merupakan bentuk intervensi terhadap KPK.

“Kami tidak akan memberikan bukti-bukti dari kasus yang berjalan di luar proses peradilan. Jika dipaksa, itu adalah bentuk intervensi terhadap independensi KPK yang juga dijamin undang-undang,” ucap Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah.

Sumber: detikX

Loading...

Comment

Silahkan nonaktifkan adblock anda untuk membaca konten kami.
Segarkan