Dugaan Maladministrasi, Wiranto Dilaporkan ke Ombudsman RI

Menko Polhukam Wiranto (kanan) saat berdiskusi dengan Seskab Pramono Anung (kiri). (ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma)
Loading...

Menitone.com – Para pegiat hak asasi manusia melaporkan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto atas dugaan tindakan maladministrasi ke Ombudsman Republik Indonesia.

Laporan ini untuk merespons kesepakatan antara Kemenko Polhukam dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia yang memilih proses rekonsiliasi dalam menyelesaikan perkara pelanggaran HAM berat.

Kebijakan rekonsiliasi yang ditetapkan Menko Polhukam dan Komnas HAM dianggap dapat menimbulkan banyak kerugian bagi korban karena tidak didasarkan pada pemenuhan hak korban akan keadilan dan pemulihan.

Merujuk pada pasal 1 angka 3 UU Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman, Maladministrasi adalah perilaku atau perbuatan melawan hukum, melampaui wewenang, menggunakan wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan wewenang tersebut.

Loading...

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), salah satu lembaga yang melapor, menilai Wiranto tidak mengerjakan tugasnya. Koordinator KontraS Haris Azhar berpendapat, seharusnya Wiranto memerintahkan Jaksa Agung Muhammad Prasetyo untuk menindaklanjuti perkara pelanggaran HAM, bukan memilih jalur nonyudisial melalui rekonsiliasi.

“Ini aneh. Tugas Menko itu mengoordinasikan kementerian-kementerian yang ada di bawahnya. Jaksa Agung ada di bawahnya (Kemenko Polhukam). Kenapa dia enggak meminta Jaksa Agung untuk kerja, tapi malah membuat mekanisme baru (yaitu rekonsiliasi)?” ujar Haris, saat ditemui di Gedung Ombudsman Republik Indonesia, Jakarta Selatan, pada Kamis (2/2).

Haris mengatakan, selama ini mekanisme hukum penyelesaian perkara pelanggaran HAM berat telah diatur dalam UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Berdasarkan UU tersebut, Komnas HAM wajib melakukan penyelidikan terhadap perkara pelanggaran HAM berat untuk kemudian ditindaklanjuti oleh Jaksa Agung.

Wakil Koordinator Bidang Advokasi KontraS Yati Andriani menambahkan, tidak ada UU yang mengatur kewenangan Kemenko Polhukam untuk ikut campur dalam penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat.

Dia menilai kebijakan yang ditetapkan Kemenko Polhukam dengan Komnas HAM pada Senin (30/1) lalu sebagai upaya melepas tanggung jawab negara dalam menyelesaikan kasus pelanggaran HAM atas dirinya di masa lalu.

“Wiranto jelas adalah salah seorang aktor yang berkepentingan dalam kasus ini,” kata Yati.

Sesuai catatan KontraS, selama ini nama Wiranto kerap disebut dalam sejumlah laporan Komnas HAM terkait kasus pelanggaran ham berat. Beberapa di antaranya terkait Tragedi Trisakti, Tragedi Semanggi I dan Semanggi II, hingga kasus penculikan dan penghilangan aktivis pada 1997/1998.

Namanya juga disebut-sebut dalam laporan khusus setebal 92 halaman yang dikeluarkan PBB di bawah mandat Serious Crimes Unit pada 2003. “Anak Anda dibunuh, tanpa Anda tahu siapa yang membunuh, lalu Anda diminta untuk memaafkan,” kata Yati.

Maria Katarina Sumarsih, orang tua Benardinus Realino Norma Irawan yang menjadi korban Tragedi Semanggi I, ikut melaporkan Wiranto ke Ombudsman. Dia mengatakan, pihak keluarga korban pelanggaran HAM keberatan dengan keputusan Wiranto.

Presidium Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan (JSKK) ini mengatakan, pemerintah seharusnya menyelesaikan kasus pelanggaran HAM melalui mekanisme yudisial. Sebab menurutnya, penyelesaian kasus HAM berat telah diatur dalam UU Nomor 26 Tahun 2000.

“Jangan beri cap saya orang yang dendam dan tidak mau memaafkan. Saya ingin mewujudkan apa yang diperjuangkan Wawan bersama kawan-kawannya, soal agenda reformasi, soal tegaknya supremasi hukum,” katanya.

Di tempat terpisah, Wiranto menanggapi enteng pengaduan para aktivis HAM terhadap dirinya. Dia menilai penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat masa lalu dengan cara nonyudisial, untuk mencegah munculnya masalah baru.”Mau dilaporkan ke mana saja silakan,” kata Wiranto di Jakarta.

(cnn/cnn)

Loading...

Comment

Silahkan nonaktifkan adblock anda untuk membaca konten kami.
Segarkan