Jaksa Agung Sebut Terpidana Mati Ajukan Grasi untuk Ulur Waktu

Jaksa terus meneliti berkas terpidana mati sebagai salah satu proses persiapan eksekusi. (Antara Foto/Reno Esnir)
Loading...

Menitone.com – Jaksa Agung Muhammad Prasetyo mengatakan, aturan grasi tanpa batas waktu membuat persiapan eksekusi mati terganggu.

Kejaksaan selaku eksekutor harus menunggu terpidana yang akan dieksekusi memenuhi syarat, termasuk tak lagi mengajukan grasi atau pengampunan.

Untuk bisa mengeksekusi terpidana mati, jaksa terus meneliti berkas para terpidana.

“Kami teliti lagi, dipilah-pilah mana yang memenuhi syarat untuk dieksekusi,” kata Prasetyo di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Rabu (22/2).

Loading...

Prasetyo mengatakan, terpidana mati terkesan mengulur waktu dengan mengajukan upaya hukum agar proses eksekusi mati terus tertunda. Salah satunya dengan terus mengajukan grasi yang tidak ada batas waktunya.

“Mereka berusaha untuk mengulur waktu dengan menggunakan regulasi yang ada, bahwa grasi tak ada batas waktunya,” ujar Prasetyo.

Di bawah kepemimpinan Prasetyo, Kejaksaan Agung telah menggelar tiga kali eksekusi mati. Pada gelombang pertama yang berlangsung 18 Januari 2015, Kejaksaan Agung mengeksekusi mati enam terpidana mati.

Kemudian, pada gelombang kedua, Kejaksaan Agung mengeksekusi delapan terpidana mati pada 29 April 2015.

Pelaksanaan eksekusi jilid ketiga atau yang terakhir dilakukan pada 29 Juli 2016. Ketika itu, Kejaksaan Agung mengeksekusi empat terpidana. Tahun lalu, Mahkamah Konstitusi membatalkan batas waktu pengajuan grasi.

Sebelumnya dalam Pasal 7 Undang-undang Nomor 5 Tahun 2010 tentang Grasi diatur bahwa grasi hanya bisa diajukan paling lama satu tahun setelah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap.

Dengan dibatalkannya pasal tersebut, maka grasi bisa diajukan meski putusan ikrah lebih dari satu tahun.

[cnn/cnn]

Loading...

Comment

Silahkan nonaktifkan adblock anda untuk membaca konten kami.
Segarkan