Fraksi Demokrat Cecar Kapolri soal Demo SBY dan Antasari

Rilis kasus narkoba jaringan internasional di RS Polri. ©2017 merdeka.com/muhammad luthfi rahman
Loading...

Menitone.com – Fraksi Partai Demokrat mencecar sejumlah pertanyaan kepada Kapolri Jenderal Tito Karnavian saat rapat kerja bersama Komisi III DPR.

Anggota Komisi III DPR Erma Suryani Ranik meminta penjelasan Tito soal aksi demonstrasi ratusan mahasiwa di Kediaman Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

“Fraksi Demokrat menanyakan dan ingin mendapatkan klarifikasi dari pihak kepolisian terkait dengan serombongan mahasiswa yang beberapa waktu lalu menyampaikan kegiatan penyampaian pendapat tidak jauh dari rumah ketum kami,” kata Erma di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (22/2).

Erma heran dengan pernyataan Polri yang mengaku tidak mendapat informasi soal rencana aksi tersebut. Pihaknya pun kecewa dengan pengamanan Polri dalam menjaga mantan Presiden RI.

Loading...

“Kami merasa sangat kecewa bisa terjadi, Polda Metro Jaya mohon maaf, bukan tipe B dan C, apakah memang tidak ada anstisipasi sampai terjadi mahasiswa demonstrasi di rumah pribadi mantan presiden RI, kami meminta klarifikasi,” terangnya.

Di lokasi yang sama, Ketua DPP Partai Demokrat Benny K Harman mengingatkan, institusi kepolisian bukan alat kekuasaan. Sebagai institusi, kepolisian seharusnya menjalankan tugas memelihara keamanan, penegakan hukum dan mengayomi masyarakat bukan alat kekuasaan.

“Kami ingin menegaskan institusi kepolisian Kapolri bukan lah alat kekuasaan. Kapolri bukan alat penguasa dalam negara hukum posisi kepolisian sangat penting untuk menjamin terpeliharanya keamanan, untuk menjamin tegaknya hukum, perlindungan pengayoman dan pelayanan masyarakat,” tegasnya.

Selain itu, Benny menduga kepolisian tidak netral dalam gelaran Pilkada 2017. Pihak kepolisian dianggap tidak netral dan berkontribusi memenangkan pasangan tertentu di Pilgub DKI Jakarta.

“Kami mencatat ada anggota yang memainkan mata baik scara langsung dengan cara halus sampai cara yang tidak langsung dan kasar sekali pun. Apakah ada cara-cara halus yang mengesankan institusi Polri netral. Invisible hand memenangkan pasangan tertentu,” terangnya.

Polri terkesan memberikan fasilitas bagi mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar menuding SBY sebagai aktor intelektual rekayasa kasus pembunuhan Bos PT Rajawali Banjaran, Nasrudin Zulkarnain di Bareskrim Mabes Polri.

Fitnah itu, kata Benny, bertujuan untuk merusak kredibilitas putra sulung SBY, Agus Harimurti Yudhoyono yang ikut dalam kontestasi Pilgub DKI.

“Setelah saudara Antasari Azhar napi diterima karpet merah oleh Presiden beliau mendatangi Bareskrim dia menginginkan Mabes untuk mendiskreditkan mantan Presiden ke enam. Tujuan akhirnya menghancurkan citra salah satu pasangan calon di Pilkada DKI,” ungkapnya.

Wakil Ketua komisi III ini juga menyoroti proses hukum yang dilakukan Polri kepada Basuki T Purnama dalam kasus penistaan agama. Polri terkesan lamban mengusut Ahok. Setelah ada tekanan dari aksi besar-besaran ormas keagamaan, Polri baru menaikkan status tersangka kepada Ahok.

“Ada juga paslon bermasalah hukum perlu diingat Kapolri penganggung jawab tunggal ketertiban dan penegakan jukum. Apa artinya, tegakkan konstitusi hukum aturan tidak boleh tunduk pada tekanan massa sekalipun. Besok-besok datang massa tekan lagi diproses,” tandas Benny.

Fraksi Demokrat juga menyoroti soal Kapolda Jawa Barat Irjen Anton Charliyan yang membina ormas Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia (GMBI). Benny menuding Polri membentuk dan mempersenjatai GMBI untuk diadu domba dengan massa FPI.

“Kasus Kapolda Jabar, saya semasih yang dengan tegas meminta Kapolri mengevaluasi Kapolda Jabar. Mengapa? Sebab saya mendapat info yg akurat saudara Kapolda Jabar membentuk membina ormas yg dipersenjatai dan diadu oleh ormas lainnya,” ujarnya.

“Kepolisan harus tegas ormas anarkis pelanggaran hukum proses mereka secara hukum. Tangkap mereka sesuai hukum berlaku tapi tidak boleh ormas satu dibina untuk diadu domba dengan ormas lain. Menurut saya ini tidak boleh,” sambungnya.

Kasus lain yang ditanyakan yakni soal penangkapan 11 aktivis yang diduga mengagendakan makar terhadap Presiden Joko Widodo. Padahal, menurutny, Rachamawati dan kawan-kawan tidak memiliki kekuatan untuk menjalankan makar.

“Kasus 11 tokoh yang ditangkap. Saya sungguh-sungguh kaget, yang ditangkap ini macan ompong, macan ompong, mengapa sih macan-macan ompong yang ditangkap sedangkan macan-macan punya gigi dibiarkan bahkan dipelihara tetapi apabila ini sekedar menciptakan ketakutan dimasyarakat bukan cara beradab. Tidak bedanya dengan aksi terorisme terhadap demokrasi,” bebernya.

Terakhir, Benny mengkritik soal lambannya kinerja Polri dalam mengusut kasus perdagangan manusia di Nusa Tenggara Timur

“Ini panggilan kampung halaman human traficking. Saat fit and proper tes saya juga nanya ini setelah itu ada langkah tegas tapi hangat-hangat tai ayam. Yang ompong ditangkap yang ini dibiarkan,” pungkasnya.

[mdk/mdk]

Loading...

Comment

Silahkan nonaktifkan adblock anda untuk membaca konten kami.
Segarkan