Ini Kata KPK Soal Paslon Pilgub Buat Kontrak Politik

Loading...

JAKARTA – Pasangan calon (Paslon) Gubernur Jawa Timur mendapat kelonggaran dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Instansi penegak hukum ini membolehkan paslon untuk membuat kontrak politik dengan masyarakat.

“Kontrak politik dengan masyarakat diperbolehkan, tidak ada larangan untuk membuat kontrak politik, kata Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan, Jumat (13/4/2018), sebagaimana dilansir merdeka.

Basaria mengatakan, dalam aturan hukum kontrak politik tidak ada yang mengaturnya. Namun, kontrak politik tidak diperkenankan menggunakan uang untuk mempengaruhi masyarakat untuk memilih. Kontrak politik, lanjut dia merupakan hubungan calon dengan publik secara langsung.

Yang terpenting adalah pasangan calon mampu untuk menepati janji terhadap kontrak politik yang dibuat. Jangan sampai kontrak politik justru membuat pasangan calon semakin tertekan untuk menjalankan tugas.

Loading...

“Yang penting bisa menepati janji selama 5 tahun kedepan. KPK hanya mengawasi dan merubah kesalahan yang dilakukan kepala daerah,” akunya.

Asisten Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi (Aspidsus Kejati) Jawa Timur, Didik Farkhan Alisyahdi mengatakan, secara hukum pidana kontrak politik tidak bisa djerat. Menurut dia, kontrak politik masuk pada ranah hukum perdata, bukan pidana dalam menjeratnya.

“Jadi kontrak politik lebih pada persoalan perdata, antara calon dengan pihak yang mengadakan kontrak politik,” katanya.

Didik mengatakan, sesuai pengalaman yang ada selama ini, dari temuan-temuan pelanggaran panitia pengawas pemilu (Panwaslu), pasangan calon sulit untuk dijerat hukum. Hal ini dipengaruhi dengan waktu sidang yang dilakukan terlalu cepat. Jadi, proses hukum yang berjalan tidak bisa dtuntaskan secara maksimal.

“Bayangkan saya sidang hanya dikasih waktu selama 3 bulan, itu harus selesai secepatnya,” ujar dia.

Dengan melihat fakta ini, Didik menuturkan kalau peraturan UU Pemilu perlu ada perubahan. Menurut dia, perlu terobosan khusus supaya proses hukum bisa tuntas. Tentunya menghindari money politik yang kerap kali terjadi dalam pemilihan kepala daerah. Aturan inilah yang nantinya bisa dijalankan dan memiliki efek jera terhadap pelanggaran UU Pemilu.

“Terobosan ini untuk mengantisipasi terjadinya money politik yang ada di masyarakat. Artinya ada tindakan tegas dalam pelanggaran yang dilakukan,” jelas Didik. (mdk/mdk)

Loading...

Comment

Silahkan nonaktifkan adblock anda untuk membaca konten kami.
Segarkan