Komisi III DPR Sebut Mahkamah Konstitusi Butuh Pengawas Eksternal

Ketua Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat bersiap menggelar konferensi pers di kantornya. (ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari)
Loading...

Menitone.com – Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Arsul Sani menyebut Mahkamah Konstitusi (MK) butuh pengawasan dari pihak luar. Pengawasan itu bisa diatur dalam revisi Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK (UU MK).

“Jadi ini kan mau ada revisi UU MK, sudah masuk Prolegnas Prioritas 2017. Karena usul inisiatif dari pemerintah, kami posisi DPR menunggu naskah akademik dan draft revisi UU,” kata Arsul di kompleks DPR RI, Jakarta, Selasa (31/1).

Komisi III telah mengadakan pertemuan dengan MK, Senin (30/1). Dalam pertemuan itu, kata Arsul, Ketua MK Arif Hidayat menyatakan hakim MK tidak bisa diawasi dengan alasan harus mengubah fungsi lembaga MK dari peradilan yang independen menjadi subordinasi.

Arsul berpendapat, pernyataan itu merupakan cara berpikir yang keliru. Pengawasan dari luar bukan berarti suatu lembaga berada di bawah lembaga yang mengawasi. Seperti DPR sebagai legislatif yang mengawasi pemerintah sebagai eksekutif.

Loading...

“Misalnya BPK kan kerjanya kepada pemerintah dan DPR, setiap saat ketua BPK dan anggota datang ke DPR. Apa menjadikan BPK subordinasi DPR? Enggak, karena fungsi pengawasan umum memang dimiliki DPR,” kata Arsul.

Arsul menjelaskan, pihak luar akan mengawasi perilaku hakim MK, bukan lembaga peradilan. Perilaku hakim perlu diaawasi agar hakim tidak berlaku seenaknya.

“Kalau perilaku hakim enggak bisa diawasi, ya bagaimana nanti? Itu harus diawasi,” kata Arsul.

Arsul tidak mempermasalahkan pendapat Arif, jika revisi UU MK sudah dibentuk DPR dan pemerintah maka UU itu harus dijalankan. Namun menurutnya, tidak menutup kemungkinan ada yang mengajukan uji materi UU tersebut untuk dibatalkan.

Selama ini, pihaknya sudah memberi usul pada pemerintah dan fraksi lain mengenai uji materi yang akan dibahas dalam revisi UU MK.

“Jadi kalau ada uji materi terhadap UU MK, yang mengadili bukan sembilan orang hakim MK. Harus dibentuk hakim adhoc untuk mengadili, karena hakim itu tidak boleh mengadili perkaranya sendiri. kalo perkara sendiri diadili ya pasti menang, dia yg punya palu,” kata Arsul.

Perekrutan Hakim MK

Presiden Joko Widodo akan membentuk panitia seleksi (Pansel) dalam merekrut Hakim Konstitusi. Pansel dibentuk setelah menerima surat resmi pemberhentian Patrialis Akbar dari Mahkamah Konstitusi. Jokowi memastikan proses rekrutmen dilakukan terbuka dan menerima masukan seluruh lapisan masyarakat.

Sebelumnya, Jokowi juga membentuk Pansel sebelum memilih I Gede Dewa Palguna pengganti Hamda Zoelva. Nama itu muncul setelah lulus seleksi wawancara dan penelusuran rekam jejak KPK dan PPATK.

Secara terpisah, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menilai sistem perekrutan hakim MK sudah baik dengan pembentukan pansel. “Panselnya juga jagoan-jagoan,” kata Fahri.

Sementara itu, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengharapkan dalam satu atau dua bulan ke depan Mahkamah Konstitusi dapat menentukan hakim pengganti Patrialis.

Ia mengatakan proses tersebut memang membutuhkan waktu yang lama karena ada serangkaian proses yang perlu dilalui. Mulai dari proses verifikasi hingga pengajuan kepada presiden.

(cnn/cnn)

Loading...

Comment

Silahkan nonaktifkan adblock anda untuk membaca konten kami.
Segarkan