Pilkada DKI Jakarta, Titiek Soeharto dan Mitos Politik Klan Cendana

Putri Presiden kedua Soeharto, Titiek Soeharto (kanan) berbincang dengan rekan kader Partai Golkar disela rapat pleno komisi Munas Golkar IX di Nusa Dua, Bali, Rabu (3/12/2014). Musyawarah Nasional Partai Golkar IX menetapkan secara aklamasi Aburizal Bakrie sebagai Ketua Umum Partai Golkar periode 2014-2019. @Antara
Loading...

Menitone.com – Rumah Partai Golkar sedikit terguncang di pengujung Februari. Pemicunya adalah manuver dari salah satu kader partai, Siti Hediati Hariyadi yang secara sepihak merapat ke pasangan calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta.

Langkah yang ditempuh Titiek, sapaan Siti Hediati, jelas berseberangan dengan garis partai yang sejak awal tegas mendukung pasangan petahana Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Syaiful Hidayat.

Sejumlah elite partai bereaksi atas manuver Titiek. Ketua Dewan Pakar Partai Golkar Agung Laksono, salah satunya, langsung melontarkan ancaman sanksi terhadap Titiek.

Agung menyatakan kader yang secara sadar melanggar aturan kepartaian yang diatur dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART), wajib dikenakan sanksi. Menurutnya, pemberian sanksi merupakan bagian dari pembelajaran politik di internal partai.

Loading...

“Kalau ada kekeliruan yang jelas-jelas disadari, apalagi tergolong kepada tindakan indisipliner wajib dikenakan sanksi. Besarnya sanksi tergantung,” ujar Agung, kemarin (28/2).

Reaksi Golkar itu terbilang wajar mengingat Titiek bukan orang sembarangan di tubuh partai. Dalam struktur, Titiek menjabat sebagai Wakil Ketua Dewan Pakar Partai Golkar.

Titiek juga masih punya pengaruh mengingat dia sebagai anak keempat Presiden ke-2 RI, Soeharto yang berkuasa selama 32 tahun. Nama mendiang ayahnya sampai saat ini masih melekat di belakang nama Titiek.

Sebagai bagian dari Keluarga Cendana, Titiek Soeharto pernah menjadi sosok yang berpengaruh. Tetapi itu terjadi belasan tahun lalu, tepatnya ketika Soeharto masih berkuasa. Kini, pengaruh Titiek patut dipertanyakan lagi.

Dalam konteks Pilkada DKI, pengamat politik dari Universitas Padjajaran Idil Akbar menilai dukungan Titiek tak akan berpengaruh besar terhadap kans Anies-Sandi meraih kemenangan.

Zaman telah berubah, kata Idil. Orde Baru telah lama runtuh. Soeharto juga telah tiada. Kini sosok Titiek, berikut anggapan mengenai pengaruh politiknya, hanya besar di media tapi tidak di tengah-tengah masyarakat.

“Kalaupun ada, pengaruhnya sangat kecil. Mungkin hanya akan berpengaruh di kalangan yang masih mendambakan suasana seperti era Orde Baru. Tapi jumlah mereka saya percaya sedikit sekali di Jakarta,” kata Idil kepada CNNIndonesia.com.

Hal yang paling bisa dimanfaatkan kubu Anies-Sandi dari Titiek, menurut Idil, adalah hubungan emosional yang dijalin Titiek dengan sejumlah elite Partai Golkar yang pernah dekat dengan Keluarga Cendana.

Golkar memang sulit dipisahkan dengan Keluarga Cendana. Idil menyebut masih ada sejumlah elite Golkar yang memiliki kedekatan emosional dengan Keluarga Cendana, seperti Akbar Tanjung dan Setya Novanto, misallnya.

Dengan memanfaatkan kedekatan emosional itu, kata Idil, Titiek bisa membuat Golkar tidak terlalu agresif menyerang Anies-Sandi. Itu pun dengan catatan Titiek tidak mendapat sanksi dari partai terkait dukungannya kepada Anies-Sandi.

Idil menilai sederet keuntungan yang didapat Anies-Sandi tersebut tidak akan berpengaruh banyak dalam upaya meraih kemenangan Pilkada DKI. Sebab, menurutnya, preferensi politik warga Jakarta di Pilkada DKI tidak terlalu dipengaruhi oleh manuver elite partai.

Idil mengatakan, persoalan Jakarta yang sangat kompleks membuat warga cenderung lebih bersifat pragmatis dalam menentukan calon pemimpin ibu kota. Kompleksitas persoalan Jakarta itulah yang akan menjadi pertimbangan utama warga untuk menentukan siapa yang akan mereka pilih di bilik suara.

“Karena persoalan yang kompleks ini, warga cenderung memilih figur yang dianggap bisa menyelesaikannya. Jadi lebih ke figur calon, bukan pada manuver elite partai,” tutur Idil.

Dengan demikian, Idil melanjutkan, keberadaan Titiek alih-alih memperbesar kans kemenangan justru bisa merugikan Anies-Sandi. Alasannya adalah citra negatif rezim Soeharto yang diyakini Idil masih melekat di sebagian warga Jakarta.

“Jadi warga bisa saja mengasosiasikan Anies-Sandi dengan Keluarga Cendana. Padahal, sebagian warga Jakarta masih ada yang meyakini bahwa Soeharto merupakan penyebab kejatuhan negara pada era 90-an,” kata Idil.

Atas pertimbangan itu, Idil menyarankan agar tim pemenangan Anies-Sandi mampu mengelola dengan baik dukungan yang diberikan Titiek. Sebab, jika gagal mengelola dengan baik, Idil meyakini keberadaan Titiek bisa menjadi bumerang politik bagi Anies-Sandi.

[cnn/cnn]

Loading...

Comment

Silahkan nonaktifkan adblock anda untuk membaca konten kami.
Segarkan