Aturan Medsos Malaysia dan Jerman Menjadi Acuan Atasi Hoax

Broadcast Hoax Polisi Minta Karangan Bunga Dikirim ke Mabes Polri
Loading...

JAKARTA – Indonesia masih sibuk meramu aturan untuk menangani peredaran hoax dan ujaran kebencian alias hatespeech yang tersebar di media sosial. Malaysia dan Jerman coba dijadikan acuan untuk mengatasi persoalan tersebut.

Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara, mengungkapkan, pihaknya telah mengirim tim khusus untuk mengkaji dan penerapan aturan terkait isu hoax dan hate speech di medsos kepada Malaysia dan Jerman.

“Teman-teman saya sedang kaji di Malaysia dan Jerman. Koordinasi dengan Malaysia dan Jerman sudah terjalin sebelumnya. Ini bukan studi banding tapi studi tiru,” ujar Rudiantara ditemui di Gedung Nusantara 2 DPR RI, Jakarta, Rabu (11/4/2018), dikutip dari detikcom.

Pemilihan kedua negara itu, misalnya Malaysia telah menyusun perundangan mengenai penanganan isu hoax dan hate speech di medsos.

Loading...

Melalui pertemuan dengan beberapa pihak, tim Kominfo akan memastikan isu dan berbagai aspek yang perlu dipertimbangkan dalam penyusunan dan penerapan aturan tentang isu berita palsu, hoax dan ujaran kebencian di medsos, serta perlindungan data pribadi.

Sementara itu, Jerman telah menerapkan penegakan hukum di medsos pada tanggal 1 Januari 2018 dengan Undang-Undang yang dikenal sebagai NetzDG (Network Enforcement Law).

Pemberlakuan legislasi yang khusus berkaitan dengan penanganan konten negatif juga mengatur agar platform medsos wajib menghapus konten negatif dalam waktu 24 jam. Bahkan ada ancaman denda bagi perusahaan yang kedapatan membiarkan ujaran kebencian tersebar.

Ia lalu memaparkan jangan sampai platform medsos, mulai dari Facebook, Twitter, hingga lainnya agar tidak dimanfaatkan menjadi sarang penyebaran berita palsu dan ujaran kebencian.

“Saya tidak ingin orang-orang menjadi Facebook untuk dijadikan Indonesia itu seperti Myanmar, di mana Facebook mengakui dimanfaatkan menyebarkan hoax untuk Rohingya,” ungkapnya.

Pria yang disapa Chief RA ini, memaparkan bahwa pengesahan undang-undang di Jerman itu terbilang cepat, di mana satu bulan sudah selesai disahkan antara pemerintah dan parlemen. Begitu juga yang terjadi di Malaysia.

“Kalau di kita kan itu lama. Orang tadi saja dibilang lama, (padahal) kita sudah siapkan, harmonisasi sudah, tapi dibilangnya lama amat katanya,” keluh Menkominfo.

Nanti hasil studi kedua negara itu, diharapakan Rudiantara dapat melihat dari substansinya di Jerman dan Malaysia seperti apa. Tetapi, ditegaskannya, hasil studi ini tidak ditujukan mengarah kepada undang-undang khusus.

“Karena sebenarnya kita bisa menggunakan Undang-Undanga ITE. Nah, ini menjadi regulasi penguat dan pelengkap dari legislasi yang dalam Undang-Undang ITE,” sebutnya.

Kunjungan Tim Kominfo untuk mengidentifikasi konsekuensi dan dampak penerapan regulasi yang sudah berjalan selama empat bulan.

Tim yang dibentuk Kementerian Kominfo berasal dari gabungan para pemangku kepentingan yang dikoordinir oleh pihaknya sendiri.

Salah satu hal yang menjadi perhatian dalam kerja Tim adalah mengidentifikasi beberapa poin krusial yang dapat diadaptasi agar bisa diterapkan di Indonesia, tentu dengan tetap mengutamakan kepentingan masyarakat, nilai luhur bangsa dan ketentuan perundangan yang berlaku.

Selain itu juga, tim ini mengkaji mengenai cakupan ideal mengenai batasan berita palsu, hoax, dan ujaran kebencian di media sosial. Hal itu dibutuhkan agar regulasi dapat diterapkan proporsional serta tidak mengancam kemerdekaan berpendapat, kebebasan berekspresi dan demokrasi yang sudah berlangsung madani di Indonesia. (dtk/dtk)

Loading...

Comment

Silahkan nonaktifkan adblock anda untuk membaca konten kami.
Segarkan