Melancong ke Pedalaman Tanpa Listrik dan Sinyal HP, Traveler Berani Coba…?

Salah satu sudut Desa Melidi (Agus Setyadi/detikTravel)
Loading...

ACEH – Traveler yang mengunjungi suatu tempat umumnya tidak bisa lepas dari gawai (gadget). Beberapa tempat wisata memang sudah mendukung jaringan internet. Namun bagaimana jika diajak melancong ke pedalaman tanpa listrik dan sinyal handpone, berani coba? Lupakan update di medsos saat jalan-jalan. Datang ke desa ini, tidak ada listrik dan sinyal handphone.

Dilansir dari detikTravel, berkunjung ke pedalaman Aceh Timur, traveler akan menemukan banyak hal-hal baru. Pemandangan alam di sana masih sangat asri. Kehidupan masyarakat pun masih tergolong tradisional. Sore hari, mayoritas perempuan turun ke sungai untuk mandi bareng sambil menyuci pakaian.

Beberapa waktu lalu, detikTravel mengunjungi Desa Melidi di Kecamatan Simpang Jernih, Aceh Timur, Aceh. Perjalanan dimulai dari Banda Aceh dengan menggunakan jalur darat dan membutuhkan waktu sekitar 12 jam untuk tiba di ibukota Aceh Timur.

Desa di Simpang Jernih ini memang termasuk ke dalam wilayah administrasi Aceh Timur. Namun untuk masuk ke sana, traveler harus melewati dua kabupaten lagi yaitu Kota Langsa dan Aceh Tamiang dengan estimasi waktu sekitar empat jam. Tiba di Aceh Tamiang, traveler punya dua pilihan untuk ke desa Melidi.

Loading...

Pertama, pelancong dapat naik boat menyusuri sungai Tamiang dari pelabuhan Aceh Tamiang dengan waktu tempuh lima jam. Untuk biayanya Rp 50.000 hingga Rp 100.000 perorang.

Sementara opsi kedua, berangkat dari desa terakhir di Aceh Tamiang. Untuk akses ke desa terakhir dari ibu kota Aceh Tamiang butuh waktu sekitar dua jam. Setelah itu, baru naik boat dengan waktu tempuh sekitar satu jam.

Perjalanan dengan boat menjadi tantangan tersendiri. Pasalnya, nahkoda tidak menyediakan pelampung sehingga jika terjadi insiden nyawa menjadi taruhan. Jika kondisi baru selesai hujan, air sungai meluap dan arus menjadi deras.

Sepanjang perjalanan, air dari depan boat memercik ke dalam, membuat pakaian basah. “Perjalanan ini risikonya kalau air surut, karena boat bisa kandas. Tapi saya sudah paham medannya,” kata nahkoda, Pakat (35) beberapa waktu lalu.

Selama satu jam menyusuri Sungai Tamiang, traveler dimanjakan dengan keindahan alam yang menarik. Kupu-kupu aneka warna bermain di pinggir sungai menjadi pemandangan tersendiri. Namun ada satu tantangan besar untuk ke Desa Melidi, yaitu batu katak.

Loading...

Comment

Silahkan nonaktifkan adblock anda untuk membaca konten kami.
Segarkan