Pemerintah dan BI Diminta Pantau Penggunaan Utang Valas Korporasi

Hal ini dimaksudkan untuk mengantisipasi dampak dari penggunaan utang korporasi dan BUMN yang diyakini akan memengaruhi ekonomi nasional. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono).
Loading...

Menitone.com – Pemerintah dan Bank Indonesia (BI) diminta memantau penggunaan utang perusahaan swasta dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berasal dari luar negeri. Selama ini, pemerintah melalui lembaga negara diketahui hanya memantau utang korporasi di luar negeri.

Ketua Badan Anggaran DPR Azis Syamsuddin mengungkapkan, hal ini dimaksudkan untuk mengantisipasi dampak dari penggunaan utang korporasi dan BUMN yang diyakini akan memengaruhi ekonomi nasional.

“Pemerintah dan BI diminta untuk melakukan pemantauan eksposur utang swasta dari luar negeri, termasuk BUMN, agar risiko terhadap perekonomian dapat diminimalisir. Sudah disepakati ya,” ujar Azis dalam rapat kerja bersama pemerintah dan BI, Rabu (5/7).

Menanggapi hal itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati beranggapan bahwa usulan dari DPR tersebut memang baik bagi proyeksi perekonomian ke depan. Sebab, dengan memantau langsung, pemerintah bisa melihat pergerakan ekonomi pihak swasta dan BUMN tersebut.

Loading...

Namun demikian, ia menegaskan, tak ingin jika pengamatan yang dilakukan berujung pada peran pemerintah yang turut mengelola dan bertanggungjawab pada penggunaan utang luar negeri pihak swasta.

Toh, pemerintah tak mendapatkan keuntungan dari profit yang berhasil diraup korporasi maupun BUMN atas pemanfaatan utang tersebut. Malah, ikut campur pemerintah dalam penggunaan utang akan berbahaya bagi pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

“Karena kalau pemerintah ikut mengelola dan bertanggungjawab untuk utang swasta, ini berbahaya bagi presiden. Ini bisa menjadi dasar bahwa siapa saja yang memberi utang ke swasta, mereka bisa klaim ke pemerintah,” tutur Sri Mulyani pada kesempatan yang sama.

“Tetapi, kalau pemerintah perlu memonitor utang swasta secara terus menerus dan dampaknya ke ekonomi, itu bisa kami terima,” imbuh mantan direktur pelaksana Bank Dunia tersebut.

Tak jauh berbeda dengan pemerintah, Gubernur BI Agus DW Martowardojo setuju dengan usulan dari DPR tersebut. Menurutnya, dengan monitor pemerintah dan bank sentral, maka risiko dan prinsip kehati-hatian terhadap penggunaan utang bisa lebih dikontrol. Sehingga, dampaknya juga dapat secara langsung dipertimbangkan.

Kendati begitu, sebenarnya, sambung Agus, bank sentral sebagai otoritas moneter sudah melakukan pemantauan tersebut melalui Peraturan BI yang mewajibkan korporasi non-bank melakukan pelaporan rutin kepada BI.

“Apabila melakukan pinjaman, dipersilahkan, tapi harus penuhi rasio minimum hedging atas posisi risiko dan terbuka di laporan keuangannya,” kata Agus.

Selain itu, dalam aturannya, BI juga sudah meminta pihak swasta dan BUMN untuk memantau rasio likuiditas yang meyakinkan bahwa kewajibannya dapat dipenuhi dalam batas waktu tertentu.

Lalu, pihak swasta juga perlu mematuhi rating kredit tertentu agar mereka masuk ke kriteria perusahaan yang sehat dan layak untuk mendapat pinjaman utang luar negeri.

“Itu sudah dilakukan sejak 2015 dan tingkat kepatuhannya baik. Jadi, saya rasa ini sudah sejalan dengan perhatian dari DPR,” pungkasnya.

[cnn/cnn]

Loading...

Comment

Silahkan nonaktifkan adblock anda untuk membaca konten kami.
Segarkan