Kemajuan Kerajinan Khas Indonesia Perlu Didorong

Loading...

JAKARTA, Menitone.com – Christine Hakim, bintang film terkenal Indonesia, luar biasa senangnya ketika bisa menghadiri pameran kerajinan tenun, sulam dan rajut di Museum Tekstil, Jakarta, hari Sabtu (12/8). Dengan mengenakan kebaya panjang berwarna merah terang dan kain putih, sang “Cut Nyak Dien” menelusuri satu demi satu stand pameran, mulai dari pengrajin batik dan sulam, pengrajin jahit tiga dimensi, hingga stand yang khusus mempertunjukkan teknik berkain kontemporer.

Christine Hakim tidak sendiri. Bersamanya hadir puluhan perempuan yang hampir semuanya mengenakan busana yang didominasi warna merah dan putih. Bisa jadi karena seminggu lagi Indonesia akan merayakan hari jadinya yang ke 72. Termasuk diantaranya Marina Mahathir, putri mantan perdana menteri Malaysia Mahathir Muhammad dan kurator Asmaradewi Damais.

Pengagas pameran itu, Lita Jonathan, menekankan kerajinan tenut, rajut dan sulam Indonesia yang sudah tersohor di seluruh dunia. Menurutnya kerajinan ini harus didorong supaya mengikuti perkembangan jaman, baik dengan memperkaya motif dan bahan, maupun penggunaan peralatan modern.

“Perkembangan industri kerajinan tenun, rajut dan sulam memang tidak terlalu bergantung pada pemerintah; namun tetapi perlu ada pihak yang peduli mendorong kemajuan kerajinan khas Indonesia ini,” ujar Lita kepada VOA. Ia juga menyebut sejumlah selebriti dan rumah mode di dunia yang kerap menggunakan unsur kerajinan khas Indonesia ini.

Loading...

“Saya rasa semuanya. Batik sudah dipakai, tenunan kita sudah dipakai, sulaman kita juga sudah dipakai. Saya rasa sudah sebenarnya dipakai, tapi kurangnya itu, kurang gede, kurang besar sedikit. Kita harus lebih mengembangkan saja, harus lebih besar lagi,” kata Lita.

Artis Christine Hakim berpose dengan pengurus Wastra Indonesia saat mengunjungi Pameran Merah Putih

Bantu Perajin

Kemajuan kerajinan tenun Indonesia tidak bisa dilepaskan dari peran pihak-pihak yang membantu para perajin. Seperti Jennifer Wanardi, salah satu relawan yang secara tekun mendampingi komunitas perajin Batik Lasem di daerah pesisir Jawa Tengah. Lewat “Komunitas Revitalisasi Budaya” atau kerap disebut “Komunitas Redaya”, Jennifer dan beberapa teman sejak tahun 2011 rajin membantu pengrajin batik Lasem rumahan untuk menjual karya mereka di kota-kota besar. Proyek pertama mereka adalah “Kelompok Usaha Bersama Srikandi Jeruk” dari Desa Jeruk, Kecamatan Pancur, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah.

“Jadi mereka ini satu kelompok pengrajin yang tidak ada bosnya. Mereka hanya kelompok usaha bersama, membatik bersama, mengerjakannya bersama-sama, lalu dijual. Habis itu, hasilnya dibagi bersama. Jadi kita membantu mereka untuk memasarkaan produk-produknya. Selain Lasem, kita juga bantu usaha bersama dari Batang (Jawa Tengah), dan sekarang ini ada satu lagi dari Tuban,” ujar Jennifer.

Batik Lasem merupakan batik hasil silang budaya desain Cina dan Jawa yang diperkuat dengan pengaruh motif bergaya Eropa, India, dan Indocina. Batik Lasem klasik terkenal dengan warna merah darah dari pewarna alami yang konon tidak dapat ditiru oleh sentra batik daerah lainnya.

Selain batik Lasem, ada pula batik Rifaiyah dari Batang, Jawa Tengah, yang bermotif klasik tradisional. Desainnya sangat dipengaruhi oleh kombinasi motif dan warna berlatar budaya Cina, Jawa, dan Islam.

Selain batik, relawan ini juga mendampingi para perajin jumputan, sibor (sejenis kain jumputan dari Jepang), fesyen, serta perajin aksesoris dan boneka.

Jennifer mengatakan setelah melakukan pendampingan selama dua tahun, para relawan pendamping mulai memperkenalkan produk para perajin itu pada tahun 2013 lewat berbagai pameran dan bazar di beberapa museum dan perpustakaan. Dua tahun lalu, mereka menggelar acara dialog mengenai batik Lasem.

Menurut Jennifer banyak orang Indonesia sendiri belum mengenal batik Lasem, bahkan tidak memahami mengapa batik tulis Lasem mahal harganya karena asli buatan tangan dan eksklusif.

“Karena masih banyak orang Indonesia lebih suka dengan sesuatu yang impor atau dari luar negeri dibandingkan kain sendiri,” kata Jennifer.

Mesin Tenun

Di salah satu sudut pameran ada pula “Smarty Hands” yang menjual peralatan kerajinan dan sudah 12 tahun terakhir beroperasi di hampir seluruh kota besar di Indonesia. Pemilik “Smarty Hands” Emil Irawan mengatakan sesuai perkembangan jaman, kerajinan khas Indonesia ini sudah mulai dikerjakan dengan peralatan canggih. Dari seluruh mesin canggih untuk merajut, menyulam dan menenun, peralatan yang paling laku adalah mesin rajut. Omzet penjualan mesin rajut bisa mencapai 200 juta per bulan. Sementara mesin tenun baru dijual tiga tahun terakhir ini dengan omzet sekitar 50 juta per bulan.

Salah seorang staf “Smarty Hands” menjelaskan bagaimana sebuah mesin rajut kecil bisa membuat sarung tangan dan syal dalam waktu setengah jam. Harga mesin rajut kecil sekitar 1,8 juta rupiah, sementara yang besar mencapai dua kali lipat.

Selain pameran kerajinan tenun, rajut dan sulam dari hampir seluruh Indonesia; pameran ini juga menghadirkan berbagai workshop secara gratis, antara lain workshop tentang cara menjahit tiga dimensi, cara merawat kain di rumah secara sederhana, cara mengenal perbedaan jenis material kain (katun, sutra, rayon, polyester, doby dan lain-lain), cara membedakan batik (batik tulis, cap, colet, tekstil cetak), eksplorasi kebaya dan cara mengenakan kain tradisional, talkshow tentang kerajinan batik yang sudah mulai langka (antara lain batik Tanimbar di Maluku Tenggara Barat, batik Jambi, batik Toraja Melo, tenun Sumba, ulos Batak, sulam Pontianak, batik Batang Madura dan banyak lainnya).

Acara yang digagas Wastra Indonesia ini akan berlangsung hingga 26 Agustus mendatang. (voa)

Loading...

Comment

Silahkan nonaktifkan adblock anda untuk membaca konten kami.
Segarkan