News  

Pemerintah Diam, Korban Tragedi 1965 Siapkan Kongres

Situasi sidang IPT 1965 di Den Haag, Belanda. (Dok. Akun Flickr International People's Tribunal Media)
Loading...

Menitone.com – Para pegiat International People’s Tribunal 1965 berencana menggelar kongres lantaran tak puas dengan respons pemerintah atas hasil simposium dan sidang yang pernah mereka gelar.

Kongres ini dinilai memiliki tekanan yang lebih besar dari dua agenda sebelumnya.

Panitia Pengarah IPT 1965 Dolorosa Sinaga menjelaskan, format kongres dipilih untuk menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia peduli atas pengungkapan pelanggaran HAM berat yang mengawali masa Orde Baru.

“Kami sepakat untuk meneruskan perjuangan ini, salah satunya dengan menggelar tak hanya simposium tapi kongres, Kongres IPT 65,” kata Dolorosa seperti diberitakan CNN Indonesia, saat ditemui di Gedung Komnas Perempuan, Ahad (19/3).

Loading...

Dolorosa menambahkan, dia beserta panitia IPT 1965 kecewa dengan sikap pemerintah yang hingga kini diam atas sejumlah fakta terkait tragedi tersebut. Kekecewaan itu menjadi titik tolak penyelenggaraan kongres.

Dia menyampaikan, kegiatan pra kongres sudah disiapkan demi mengumpulkan aspirasi dari berbagai daerah. Secara keseluruhan, kata Dolorosa, ada sembilan daerah yang menjadi tempat gelaran pra kongres tersebut.

Dia menambahkan maksud dan tujuan lain kegiatan pra kongres adalah untuk sosialisasi hasil sidang IPT 1965 sebelumnya, sembari menampung pemikiran yang lebih substansial dari tiap kota. IPT 1965 akan membawa aspirasi dari tiap kota itu untuk disampaikan dalam kongres.

“Pra kongres ini dimaksudkan untuk memperoleh masukan, teman-teman nanti melakukan pertemuan dan membahas situasi yang mereka alami dalam kegiatan pengungkapan kebenaran ’65,” katanya.

Mereka berharap pemerintah mau mendengarkan sekaligus bertanggung jawab pada apa yang selama ini diperjuangkan oleh IPT 65, yaitu pengungkapan kasus pelanggaran HAM berat 1965-1966.

“Itu sebagai harapan abadi kami bahwa keadilan dan kemanusiaan bisa ditegakkan di negeri ini,” katanya.

Pada Juli 2016, Pengadilan Rakyat Internasional (IPT) 1965 menetapkan Tragedi 1965 sebagai kejahatan atas kemanusiaan. Ada sembilan unsur kejahatan di dalamnya, yaitu pemenjaraan, penyiksaan, kekerasan perempuan, penculikan, kerja paksa, stigmatisasi, propoganda, dan penyertaan negara asing. Hakim IPT 1965 juga menambahkan genosida sebagai kejahatan yang terjadi pada periode 1965-1966 dan sesudahnya.

Namun IPT 1965 bukan peradilan resmi sehingga putusannya tidak mempunyai kekuatan hukum. Sebelum ada putusan IPT 1965, pemerintah dan kelompok korban juga telah menggelar Simposium 1965 di Hotel Aryaduta, Jakarta pada 2016. Pertemuan itu sempat menimbulkan polemik.

[cnn/cnn]

Loading...

Comment

Silahkan nonaktifkan adblock anda untuk membaca konten kami.
Segarkan