Opini  

Konsfirasi Manajemen PT. Freeport Indonesia Terhadap Nasib Buruh

Jeckson Ikomou Ketua GNPK-RI Prov. Papua
Loading...

Penulis : Jekson Ikomou ( Ketua GNPK-RI) Prov.Papua )

Rencana demi rencara terus digulirkan oleh menajemen PT.FI dengan maksud merapok nasib buruh di area pertambangan tembagapura papua. Nasib karyawan terus bermasalah, bahkan ribuan karyawan terlantar. Imbas kekerasan dalam rumah tanggal hancur juga banyak yang putus asah bahkan meninggal dunia Karena nasibnya rampok tanpa mengharga sebagai manusia yang punya hak upahnya.

Menyakut nasib buruh, tertera pada Undang-undang 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, dari pasal 1 s/d 5. Walapun secara dasar hukum menjadi bagi para pekerja namun terus bermasalah. Soal nasib buruh bukan hanya di Indonesia tetapi beberapa Negara maju pun mengalami nasib yang sama.

Untuk lebih adil, pada pengelolah sumber daya alam di Tembagapura Papua, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus mengawasi secara online. Jika Komisi Pemberantasan Korupsi berperang penting dalam hal mengawasi tentu saja berjalan sesuai dengan prosedul upah minimum yang berlaku.

Loading...

Sejarah Buruh
Pada 1 Mei sebagai hari buruh internasional, atau lebih dikenal dengan May-May sangat lekat dengan peristiwa yang terjadi Haymarket di Chicago Illinois Amerika Serikat (AS) pada 4 Mei 1864.

Peristiwa haymaret sangat berkaitan dengan aksi mogor kerja yang sudah berlangsung  pada April 1864. Saat itu kemuakan kaum pekerja atas kelas borjois mencapai pucaknya. Sekitar 400.000 buruh di Amerika Serikat mengadakan demonstrasi besar-besaran untuk menuntut pengurangan jam kerja mereka menjadi 8 jam sehari. Aksi ini berlangsung selama 4 hari sejak tanggal 1 Mei.

Pada tanggal 4 Mei 1886. Para Demonstran melakukan pawai besar-besaran, Polisi Amerika kemudian menembaki para demonstran tersebut sehingga ratusan orang tewas dan para pemimpinnya ditangkap kemudian dihukum mati, para buruh yang meninggal dikenal sebagai martir. Sebelum peristiwa 1 Mei itu, di berbagai negara, juga terjadi pemogokan-pemogokan buruh untuk menuntut perlakukan yang lebih adil dari para pemilik modal.

Indonesia pada tahun 1920 juga mulai memperingati hari Buruh tanggal 1 Mei ini. Ibarruri Aidit (putri sulung D.N. Aidit) sewaktu kecil bersama ibunya pernah menghadiri peringatan Hari Buruh Internasional di Uni Sovyet, sesudah dewasa menghadiri pula peringatan Hari Buruh Internasional 1 Mei 1970 di Lapangan Tian An Men RRC pada peringatan tersebut menurut dia hadir juga Mao Zedong, Pangeran Sihanouk dengan istrinya Ratu Monique, Perdana Menteri Kamboja Pennut, Lin Biao (orang kedua Partai Komunis Tiongkok) dan pemimpin Partai Komunis Birma Thaksin B Tan Tein.

Manajemen Rampok Hak Pekerja PT.FI
Dengan dicetuskannya peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Miniral Nomor 37 Tahun 2017 tentang perizinan bidang pertambangan dan Batu Bara. Juga lahirnya permen tersebut, berimbas pada nasib buruh di perusahan raksasa Amerika Serikat yang beroperasi di Gresbert itu.  Selain, dengan pernyataan Presiden Indonesia, Ir. Joko Widodo meminta 51 % saham PT. FI sera Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) mengakibat 3.340 Karyawan di rumahkan.

Terkait hal tersebut disikapi serius oleh Komisioner Komisi Hak Asasi Manusia (KOMNASHAM) Republik Indonesia, Natalius Pigai, baru kali ini  dengan lancang saya mau kritik, bahwa Gubernur Papua tidak pandai menjaga perasaan rakyat perasaan karyawan, juga perasaan sebagian besar dari kaum terdidik dan aktivis kemanusiaan, termasuk perasaan perusahaan,” katanya, dalam pesan elektronik yang diterima redaksi. (Menitone.com)

Sementara itu, Organisasi buruh tambang internasional yang berhimpun dalam wadah IndustriALL Global Union menyikapi persoalan ketenagakerjaan yang terjadi di lingkungan PT Freeport Indonesia di Kabupaten Mimika, Provinsi Papua.

Anggota Tim Advokasi Pimpinan Unit Kerja Serikat Pekerja Kimia, Energi dan Pertambangan (PUK SP-KEP) SPSI PT Freeport Tri Puspita di Timika, Sabtu, mengatakan menyikapi kisruh ketenagakerjaan di PT Freeport maka IndustriALL Global Union telah menyurati Presiden Joko Widodo di Jakarta dan pimpinan Freeport McMoRan Richard Adkerson di Amerika Serikat.

“IndustriALL Global Union telah menyurati Bapak Presiden Jokowi pada 24 Mei 2017 untuk meminta pemerintah Indonesia turun langsung menangani persoalan ketenagakerjaan di lingkungan PT Freeport Indonesia. Surat tersebut juga dikirimkan ke beberapa kementerian dan lembaga negara terkait.

Pimpinan Unit Kerja Serikat Pekerja Kimia, Energi, dan Pertambangan PT Freeport Indonesia menilai manajemen perusahaan itu telah melakukan tindakan menekan para pekerjanya yang sedang mogok kerja dengan ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK).

“Hal ini sebenarnya sudah berulang-ulang mereka sampaikan. Hanya saja kami tidak mau menanggapi sampai ada kesepakatan yang nantinya ditandatangani bersama”. Edisi: Kamis (18/5).

Yafet mengakui selama karyawan melakukan aksi mogok kerja bersama di Timika sejak 1 Mei lalu, pihak manajemen perusahaan melakukan berbagai upaya untuk menekan dan memengaruhi para pekerja agar menghentikan aksi tersebut dan bekerja kembali. “Mereka menggunakan segala macam cara untuk menekan kami,” ujarnya.

Terhitung hingga 15 Mei 2017, manajemen PT Freeport telah mem-PHK sebanyak 840 orang karyawan yang terlibat aksi mogok kerja. Executive Vice President PT Freeport Bidang Human Resources Achmad Didi Ardianto menegaskan bahwa sebanyak 840 orang karyawan permanen PT Freeport tersebut dianggap mengundurkan diri secara sukarela lantaran tidak menghubungi perusahaan untuk mengonfirmasi kesempatan bekerja kembali.

Didi bahkan memprediksi jumlah karyawan yang akan mengalami konsekuensi serupa akan bertambah jika mereka mengabaikan anjuran perusahaan untuk melapor. Konsekuensi PHK bagi karyawan yang mangkir bekerja itu, kata dia, bukan merupakan tindakan sewenang-wenang oleh perusahaan. Namun, hal itu mengacu pada ketentuan yang termuat dalam Pasal 27.10 Pedoman Hubungan Industrial dan sesuai dengan UU Ketenagakerjaan.

Ia menegaskan bahwa karyawan yang mangkir selama lima hari berturut-turut tanpa alasan dan menolak bekerja kembali setelah menerima dua surat panggilan akan dianggap mengundurkan diri secara sukarela dari perusahaan.

“Artinya, mereka tidak lagi menjadi karyawan PT Freeport Indonesia dan akan menerima pembayaran akhir. Kami ingin karyawan kami kembali. Akan tetapi, itu akan menjadi keputusan mereka sendiri. Apakah mereka ingin bergabung kembali atau meninggalkan perusahaan dan menghadapi masa depan yang tak pasti”.

Konflik masih lanjut, hingga terjadi Kekerasan Dalam rumah (KDRT) di Timika Papua meningkat saat ribuan karyawan di rumahkan. Dinamika ini sengaja diciptakan oleh pihak manajemen untuk merampok nasib pekerja. Dengan sejumlah anggaran yang dirampok tentu pihak manejemn menyuap pihak aparat untuk mengaman aksi buruh yang bermuara pada mengorbankan karyawan.

Dari tahun ke tahun , jika pekerja menggelar demo damai tentunya terjadi diskriminasi terhadap karyawan. Penegak hukum di Indonesia  dengan jelas melanggar Undang-undang 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Ciptra hukum Indonesia sudah bikin rusak oleh para penegak hukum sendiri.

Perampokan sejumlah hak karyawan bisa gring secara Undang-undang 31 Tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi. Sebab, Ini bukti manajemen merugikan rakyat dan Negara.

Aparat Indonesia harus tahu malu, sebab kami dijadikan boneka oleh imperialism bertopeng kapitalis. Selain itu juga telah melanggar dasar Negara Indonesia Pasal 33 Undang-undang 1945. Manajemen semeng menang melakukan tindakan yang melanggar hukum namun penegak hukum malah melindungi. Dinamika ini tentu tak kunjung usai di Indonesia.

Melalui menajemen, ada sekelompok karyawan klaim diri pengurus PUK SPKEP SPSI memebentuk panitia musyarawara unit kerja luar biasa (Musbiklup) ke-II berupaya menjatukan kepengurusan yang ada.

Akan tetapi masa bhakti akan berakhir pada 2018. Jika digelar sesuai dengan prosedur pun pasti Aser Gobai, ST kembali memimpin. Dimana keseriusan beliau dalam menangani persoalan yang dihadapi karyawan secara tulus.
Sebagai bentuk penolakan MUSBIKLUP Ke-II maka kepengurusan yang ada menyurati ke sekelompok keryawan klaim diri pengurus dengan Nomor. ORG. 248/PC-SPKEP/KAB.MIMIKA/VIII/2017.
Sebab,pembentukan tersebut diluar prosedur AD/ART yang berlaku, sementara  Surat keputusn (SK)  No: SK.010/PP SPKEP/SPSI/IV/2017 akan berakhir pada tanggal 30 April 2018.

Sementara, Kerusuhan yang terjadi di lokasi perusahaan Freeport dipicu oleh pembubaran paksa massa karyawan yang melakukan mogok di ruas jalan utama PT Freeport yang menghubungkan Pelabuhan Amamapare-Timika-Tembagapura, dekat Check Point  pada 28, Sabtu (19/8/2017) lalu malam tersebut tidak dizinkan oleh pengurus PUK SPKEP SPSI Mimika tentang diluar dari intruksi pengurus.

Ini scenario oleh manajemen perusahan untuk menjatukan  kepengurusan yang berjalan. Selain itu, pihak kepolisian pun ikut mencampuri terkait permasalah tersebut. Aparat harus sadar, jangan ciptakan konflik yang tumpang tiding di Mimika Papua. Pihak keamanan harus professional menjalan fungsi tupoksi sesuai prosedur. “Jangan jadi anjing asing untuk jaga PT.Freeportd Indonesia .

Sejumlah rentetan konflik antara karyawan dan pihak manajemen terus tumbuh dewasa di tanah Amaungsa. Dinamika ini tentu saja terjadi, dimana daerah yang potensi sumber daya alam.
Tidak lama ini pihak pemerintah provinsi Papua minta 20% saham perusahan. Dengan diminta saham tersebut untuk kepentingan rakyat atau kepentingan manajemen dan pemerintah yang semata perkaya diri mereka ? Jika untuk perkaya manajemen dan pemerintah tanpa melihat nasib pemilik negeri , dimanakan keadilan pasal 33  Undang-undang 1945 yang dengan jelas berbunyi bahwa, Air, Tambang, dan Sumber Daya Alam untuk rakyat.

Kecolongan dalam penerapan undang-undang tersebut, pemerintah Indonesia memberikan peluan bagi kapitalis asing untuk mengerut sumber daya alam di Indonesia.

Pemerintah Pusat, Pemerintah Propinsi, Kabupaten dan pihak manajemen jangan korban nasib buruh yang punya hak hanya karena konflik di tingkat eksekutif. Sebagai manusia tentu merasakan nasib sama di mata Tuhan juga dimata hukum di Indonesia yang sebagai landasan Negara.

Konsfirasi yang selalu di mainkan oleh kelompok yang mengatasnamakan Negara, mestinya di reputasi sebelum hak-hak karyawan terancang. Agar keadialan bagi seluruh rakyat Indonesia dapat terlihat tanpa pandang ras, etnis, golongan dan kelompok.

Harapan saya, mengelolahan export dan impor tambang PT.FI harus dalam pengawasan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar ada keseimbang dan pembayaran kepada karyawan sesuai upah yang berlaku di tingkat internasional. Pada hal tersebut, tidak terjadi kecurangan seperti sebelumnya.

Loading...

Comment

Silahkan nonaktifkan adblock anda untuk membaca konten kami.
Segarkan