Menakar Peta Persaingan Bisnis Bank Asing di Indonesia

Demam rugi RBS Indonesia sebetulnya juga dirasakan oleh industri bank asing atawa bank-bank yang berstatus Kantor Cabang Bank Asing (KCBA). (REUTERS/Neil Hall).
Loading...

Menitone.com – The Royal Bank of Scotland N.V (RBS Indonesia) resmi mengakhiri bisnisnya di Tanah Air, menyusul pencabutan izin yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 23 Februari 2017 lalu. RBS Indonesia angkat kaki bukan tanpa alasan, melainkan karena menelan rugi hingga puluhan miliar.

Laporan keuangan bank yang bermarkas di Skotlandia tersebut mencatat kerugian Rp28,23 miliar di sepanjang tahun lalu. Jumlah ini menciut dibanding kerugian tahun sebelumnya, yakni Rp78,13 miliar. Tapi, tampaknya sang induk tak kuasa menanggung rugi lebih lama lagi.

Demam rugi RBS Indonesia itu sebetulnya juga dirasakan oleh industri bank asing atawa bank-bank yang berstatus Kantor Cabang Bank Asing (KCBA).

Pada 2015 lalu, industri bank asing di dalam negeri membukukan laba negatif 40,8 persen, yakni dari Rp8,71 triliun pada 2014 silam menjadi hanya Rp5,16 triliun.

Loading...

Beruntung, pada 2016 lalu, laba bank asing kembali menggeliat menyentuh Rp8,41 triliun atau berarti melesat 62,9 persen ketimbang tahun sebelumnya.

Namun, perlu diketahui, pertumbuhan laba bank asing ini bertolak belakang dengan bisnis penyaluran kreditnya yang justru negatif 3,87 persen di sepanjang tahun lalu.

Ekonom dari The Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengatakan, sebetulnya, keterpurukan RBS Indonesia tak terlepas dari krisis yang dirasakan sang induk di kantor pusatnya di Britania Raya. Sejak krisis yang melanda pada 2009 silam, RBS terus-terusan menelan rugi hingga miliar-an euro.

Akibatnya, terjadi efisiensi besar-besaran di seluruh kantor cabang RBS di luar basisnya. Hal ini pula yang dilakukan oleh beberapa bank global, seperti Deutsche Bank, JP Morgan dan Standard Chartered, serta HSBC. Keempatnya diketahui memangkas karyawan dalam jumlah besar.

“Kondisi bank asing tidak terlepas dari posisi induknya di luar negeri, seperti AS dan Eropa, selama dua tahun terakhir setelah digempur habis-habisan oleh krisis. Mereka mengalami penurunan profit luar biasa,” ujar Bhima kepada CNNIndonesia.com, Selasa (7/3).

Ekonom Bank Mandiri Anton Gunawan menilai, yang terjadi dengan RBS Indonesia juga dikarenakan perseroan tak mampu bersaing dengan beberapa KCBA besar lainnya yang saat ini masih bertahan.

Dari sisi aset, bahkan RBS Indonesia tertinggal jauh dari bank asing sekelas The Bank of Tokyo-Mitsubishi UFJ Ltd (MUFG) yang mencapai Rp140,5 triliun atau HSBC Indonesia yang asetnya tembus Rp92,06 triliun.

Bank Asing Rentan Risiko

Bhima menerangkan, dampak pelemahan ekonomi global membuat nasabah bank asing, khususnya segmen korporasi, terimbas. Bahkan, debitur sektor manufaktur dan komoditas disebut-sebut yang paling parah mengalami penurunan kemampuan membayar cicilan alias menyumbang kredit macet.

Sementara, nasabah individu yang dibidik bank asing mayoritas memiliki karakteristik sebagai nasabah kaya dengan rata-rata simpanan mencapai Rp500 juta ke atas. Artinya, nasabah bank asing tidak terdiversifikasi ke banyak segmen, sehingga rentan terkena risiko.

“Ketika berebut nasabah dengan ceruk yang sama, ketika satu bank goyah, maka ini menjadi sinyal bank asing lainnya juga pasti tidak sehat. Kami memprediksi, ada bank asing di Indonesia yang akan mengikuti jejak RBS, karena dari induknya di negara Eropa sedang melakukan konsolidasi lagi,” imbuh Bhima.

Anton berpendapat lain. Menurutnya, bisnis yang diwarisi RBS Indonesia akan berpindah ke bank asing lain, karena nasabah bank asing memiliki karakter serupa, yaitu percaya dengan pelayanan bank asing dibandingkan bank nasional.

“Pasti ada switch (peralihan). Tidak mungkin hilang begitu saja, pas dia tutup pasti akan ada limpahan bisnis ke bank asing lainnya,” tuturnya.

Lirik Layani UMKM

Untuk menghindari dampaknya lebih lanjut, banyak bank asing mulai mengubah strategi bisnisnya di Indonesia. Salah satunya, menyasar segmen Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).

Sayangnya, ia menilai, banyak bank asing yang belum memiliki kemampuan untuk menyalurkan kredit ke segmen tersebut. Sehingga, akan sangat sulit bersaing dengan bank lokal, seperti PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk yang memang terkenal sebagai penyalur Kredit Usaha Rakyat (KUR).

“Bank asing bukan penyalur KUR, maka dia tidak punya kelebihan dibanding bank-bank lainnya yang punya fasilitas kredit mikro, bank asing tak akan mampu menyaingi bank sekelas BRI maupun Mandiri,” tegas dia.

[cnn/cnn]

Loading...

Comment

Silahkan nonaktifkan adblock anda untuk membaca konten kami.
Segarkan