Siapa yang Diuntungkan dari Gelaran Karpet Merah Raja Arab Saudi?

Gubernur DKI Jakarta Basuki "Ahok" Tjahaja Purnama menyalami Raja Salman saat menyambut di Bandara Halim Perdanakusuma, Rabu (1/3). Foto Rappler.com
Loading...

Menitone.com – Kedatangan Raja Arab Saudi, Salman bin Abdul Aziz beserta rombongan ke Indonesia membikin masyarakat dan pemerintah semringah karena perkiraan pundi-pundi investasi ke dalam negeri. Apalagi, investasi Negeri Minyak tersebut terbilang ‘mini’ selama ini.

Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat, sepanjang 2016 Arab Saudi hanya merealisasikan investasi sebesar US$900 ribu. Bahkan, jika dihitung selama enam tahun, realisasi investasi Arab Saudi sejak 2011 secara total hanya US$34,7 juta.

Bandingkan dengan Singapura yang sepanjang 2016 memimpin negara penanam modal dengan realisasi investasi mencapai US$9,17 miliar.

Sepanjang 2016, posisi realisasi investasi Arab Saudi tersebut berada di urutan ke-57, di bawah Afrika Selatan yang menanamkan modalnya sebesar US$1 juta dan Mali yang mampu menginvestasikan US$1,1 juta.

Loading...

Lebih lanjut, investasi sebesar US$900 ribu yang digelontorkan Arab Saudi sepanjang tahun lalu mengucur ke 44 proyek di Indonesia.

Menjelang kedatangannya, pemerintah sempat menggembar-gemborkan Raja Salman bakal membawa sekarung investasi dengan nilai total mencapai US$25 miliar. Salah satunya adalah untuk proyek kilang migas di Cilacap.

Hingga saat ini, proyek yang disebut telah diteken adalah kerja sama PT Pertamina (Persero) dengan Saudi Aramco, BUMN Arab Saudi terkait Kilang Cilacap. Nilainya mencapai US$6 miliar atau sekitar Rp80 triliun.

Selain itu ada MoU mengenai kontribusi pendanaan Saudi dengan pembiayaan proyek pembangunan antara Saudi Fund Development dan Pemerintah Indonesia, senilai US$1 miliar atau sekitar Rp13,3 triliun.

Seperti diberitakan CNN Indonesia, Lantas, bagaimana gembar-gembor US$25 miliar sebelumnya? Sebenarnya siapa yang paling membutuhkan dari kerja sama ini?

Lampu Kuning Ekonomi Saudi

Sejatinya, ekonomi di negeri sang Raja Salman saat ini sedang memasuki zona waspada. Cadangan devisa Saudi Arabia per Desember 2016 bertengger di angka 2,01 triliun riyal. Jumlah itu turun drastis dari pencapaian rekor pada Agustus 2014 di angka 2,79 triliun riyal karena anjloknya harga minyak.

Bayangkan saja, harga minyak dunia yang sempat berjaya di kisaran US$100 per barel pada 2013-2014 saat ini longsor dan hanya mampu bertahan pada rentang US$50 per barel.

Dari sisi kondisi fiskal, defisit anggaran Arab Saudi dilihat dari rasio Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 11,7 persen pada 2016. Jumlah itu hampir lima kali lebih besar dari rasio defisit anggaran Indonesia sebesar 2,6 persen.

Bahkan, pada Oktober 2015, Dana Moneter Internasional (IMF) menyatakan Arab Saudi bisa kehabisan aset finansial dan berisiko bangkrut pada 2020. Pasalnya pemasukan negara amblas terseret kejatuhan harga minyak dunia saat itu.

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal mengatakan, bagi Arab Saudi, kerja sama dengan negara-negara Asia termasuk Indonesia merupakan langkah strategis yang dibutuhkan akibat perubahan geopolitik dan ekonomi dunia yang mempengaruhi hubungan antara Arab Saudi dengan negara-negara Barat yang selama ini sangat erat.

Ia menjelaskan, saat ini hubungan dengan Amerika Serikat cenderung merenggang sejalan dengan kebijakan Presiden Donald Trump. Sementara Uni Eropa juga sedang mengalami gejolak politik dan perlambatan ekonomi.

“Jatuhnya harga minyak dunia yang diperkirakan bertahan pada level rendah pada waktu lama semakin mendorong Arab Saudi untuk mencari sumber-sumber baru pembiayaan negara,” ujarnya, Kamis (2/3).

Sama-sama Butuh

Indonesia, lanjut Faisal, memiliki pasar yang besar dan pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi, ditambah lagi dengan kedekatan secara sejarah dan budaya, tentunya merupakan mitra yang sangat strategis bagi Arab Saudi untuk menjalin kerja sama ekonomi.

“CORE mencatat ada beberapa hal yang patut mendapatkan perhatian pemerintah Indonesia dari kunjungan resmi pemerintah Arab Saudi ini. Pemerintah Indonesia perlu memanfaatkan kunjungan ini untuk menarik investasi sebesar-besarnya dari Arab Saudi,” kata Faisal.

Ia mengungkapkan, sejalan dengan visi 2030 Arab Saudi yang ingin mendongkrak pendapatan di luar sektor minyak, pendapatan dari ekspansi investasi ke negara lain menjadi salah satu perhatian negara itu.

“Di Indonesia, investasi Arab Saudi pada periode 2013-2016 masih relatif kecil, dan lebih banyak pada sektor tersier terutama sektor perdagangan dan reparasi dan sektor properti khususnya hotel dan restoran,” jelasnya.

Oleh karena itu, pemerintah perlu mendorong peningkatan investasi negara itu ke sektor-sektor yang paling dibutuhkan negara ini seperti pengembangan industri pengolahan minyak mentah dan industri petrokimia.

Sebagai negara yang memiliki jumlah penduduk muslim terbesar di dunia dan diperkirakan pada tahun 2050 akan masuk empat besar raksasa ekonomi dunia, Indonesia sebenarnya memiliki daya tarik investasi yang sangat besar dan prospektif bagi negara-negara Arab Saudi.

“Selain di bidang energi, investasi di sektor pariwisata dan keuangan (khususnya pariwisata dan keuangan syariah) harus menjadi bagian penting yang ditawarkan oleh pemerintah Indonesia,” katanya.

[cnn/cnn]

Loading...

Comment

Silahkan nonaktifkan adblock anda untuk membaca konten kami.
Segarkan