DUMAI – Walikota Dumai Zulkifli AS sempat membantah mangkir dari panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi dalam skandal korupsi terkait usulan dana perimbangan keuangan daerah pada RAPBN Perubahan 2018.
Penegasan ini disampaikan Plt Kabag Humas Sekdako Dumai, Riski Kurniawan kepada sejumlah wartawan di Kota Dumai. “Beliau akhirnya penuhi panggilan kedua dari KPK. Surat pertama datangnya terlambat,” katanya, Selasa (7/8/2018).
Dijelaskan Riski, surat pemanggilan pertama ternyata surat pemanggilannya terlambat, maka Walikota Dumai Zulkifli AS tidak datang saat pemanggilan pertama. Menurutnya, Zul AS sudah berada di Jakarta sejak, Senin (6/8/2018) kemarin.
Terkait usulan dana perimbangan keuangan daerah pada RAPBN Perubahan 2018, Riski mengatakan tidak terlalu mengerti. Namun pada intinya Wali Kota Kota Dumai sangat menghormati proses hukum yang ada. “Kami berharap masyakat Dumai mendoakan Wali Kota agar bisa menyelesaikan proses hukum yang ada,” tuturnya.
Sebelumnya, Wakil Wali Kota Dumai, Eko Suharjo SE, menyarankan agar semua pihak menghormati proses hukum yang berlaku. Bahkan terhadap sejumlah ASN di lingkungan Pemko Dumai yang turut dipanggil KPK disarankan agar semua legowo, dan mengikuti proses hukum sebaik-baiknya.
“Insya Allah semuanya baik. Oleh sebab itu hormatilah proses hukum yang berlaku,” pinta Wawako Dumai, sembari mengakui bahwa kasus tersebut diketahuinya melalui media.
Walikota Dumai dan Bupati Kampar
Sementara Humas KPK Febri Diansyah mengatakan Walikota Dumai Zulkifli AS memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk diperiksa sebagai saksi dalam perkara dugaan suap dana perimbangan.
“Tadi sudah datang dalam agenda pemeriksaan sebagai saksi. Walikota Dumai Zulkifli AS diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Yaya Purnomo,” kata,” kata Humas KPK Febri Diansyah, dikonfirmasi wartawan di Pekanbaru.
Tak hanya itu saja, Bupati Kampar Aziz Zaenal juga turut diperiksa sebagai saksi untuk Amin Santoso, anggota Komisi XI DPR RI yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara tersebut. “Aziz Zainal, Bupati Kampar diperiksa sebagai saksi untuk tersangka AMN (Amin),” ujarnya singkat.
Selain dua kepala daerah tersebut, KPK diketahui turut memeriksa tiga saksi lainnya, yakni Drs Ahmad Fuad yang merupakan Sub Bagian Administrasi dan Umum Pemkab Labuhanbatu Utara dan Tengku Mestika Mayang selaku Dirut RSUD Pemkab Labuhanbatu Utara. Keduanya diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Yaya Purnomo.
Terakhir Linda dari Biro Perjalanan Wisata diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Amin Santoso.
KPK telah menetapkan empat tersangka dalam kasus tersebut, yakni anggota DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat Amin Santono, Kasi Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Pemukiman pada Ditjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Yaya Purnomo dan Eka Kamaludin seorang konsultan yang juga menjadi perantara dalam kasus itu.
Ketiganya diduga sebagai pihak penerima dalam kasus tersebut. Sedangkan diduga sebagai pemberi adalah Ahmad Ghiast dari pihak swasta sekaligus kontraktor.
Untuk Ahmad Ghiast, saat ini dalam proses persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta. KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) kepada keempatnya pada Jumat (4/5) di Jakarta dan Bekasi.
Amin diduga menerima Rp400 juta sedangkangkan Eka menerima Rp100 juta yang merupakan bagian dari “commitment fee” sebesar Rp1,7 miliar atau 7 persen dari nilai 2 proyek di Kabupaten Sumedang senilai total Rp25 miliar.
Sedangkan uang suap untuk Yaya belum terealisasi meski Yaya sudah menerima proposal dua proyek tersebut yaitu proyek di Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan di kabupaten Sumbedang senilai Rp4 miliar dan proyek di dinas PUPR kabupaten Sumedang senilai Rp21,85 miliar.
Dalam OTT tersebut, KPK total mengamankan sejumlah aset yang diduga terkait tindak pidana yaitu logam mulia seberat 1,9 kilogram, uang Rp1,844 miliar termasuk Rp400 juta yang diamankan di lokasi OTT di restoran di kawasan Halim Perdanakusumah serta uang dalam mata uang asing 63 ribu dolar Singapura dan 12.500 dolar AS.
Uang selain Rp500 juta untuk Amin dan Eka serta emas tersebut diperoleh dari apartemen Yaya di Bekasi.
“Uang (di luar Rp400 juta) tadi ditemukan di apartemen saudara YP (Yaya Purnomo), karena yang bersangkutan menerima uang dolar AS dari daerah lalu diganti menjadi logam mulia. Siapa saja yang memberi kita punya data, nanti digali lebih lanjut, mudah-mudahan akan ditemukan,” kata Ketua KPK Agus Rahardjo saat konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Sabtu (5/5/2018).
Amin, Eka dan Yaya disangkakan pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dengan ancaman hukuman minimal 4 tahun penjara dan maksimal 20 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
Sedangkan Ahmad disangkakan pasal pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pasal 55 ayat 1 ke-1 jo KUHP dengan ancaman hukuman minimal 1 tahun penjara dan maksimal 5 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.
Sumber : RiauHeadline
Comment