News  

Jurus Bela Diri Setya Novanto Melalui Nota Pledoi

Loading...

JAKARTA – Pada sidang dengan agenda pembacaan nota pledoi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Mantan Ketua DPR RI Setya Novanto yang sekaligus terdakwa menyampaikan sejumlah pembelaan.

Sebagaimana dikutip dari laman rimanews, Dia menyatakan bahwa dirinya dijebak oleh Direktur PT Biomorf Lone Indonesia Johannes Marliem.

“Dengan melihat fakta persidangan bahwa sejak awal saudara Johannes Marliem dengan maksud tertentu dengan telah sengaja menjebak saya dengan merekam pembicaraan pada setiap pertemuan dengan saya,” kata Novanto saat membacakan nota pembelaan atau pledoi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat (13/04/2018).

Selain itu, Novanto juga menyesali pertemuan yang terjadi di Hotel Gran Melia Kuningan dengan pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong, mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Irman, dan mantan Sekjen Kemendagri Diah Anggraeni.

Loading...

“Saya sungguh menyesali pertemuan di Hotel Gran Melia Kuningan. Jika saja saya tidak bersedia ditemui saudara Andi Agustinus, Irman, dan Diah Anggraeni di Hotel Gran Melia mungkin saja saya tidak akan pernah telibat jauh dalam proyek KTP-e yang telah menyeret saya hingga duduk di kursi pesakitan ini,” ucap Novanto.

Novanto pun mengaku bahwa dirinya tidak pernah melakukan intervensi ataupun usulan pembiayaan penerapan KTP-elektronik Tahun Anggaran 2011-2013 dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau melobi orang lain.

“Adapun kronologi pertemuan-pertemuan yang melibatkan saya, sebagaimana telah saya sampaikan pada saat pemeriksaan terdakwa, tidak menggambarkan ataupun membuktikan bahwa pertemuan-pertemuan itu untuk menguntungkan diri saya dan orang lain,” kata Novanto.

Selain itu, Setnov juga menyatakan bahwa pemberian “fee” terkait proyek KTP elektronik (KTP-e) bukan atas kesepakatan dirinya saat itu.

“Sejak dimulai perencanaan KTP-e, perubahan sumber anggaran sampai dengan adanya kesepatakan pemberian fee kepada anggota komisi II DPR oleh saudara Irman, Andi Agustinus, almarhum Burhanuddin Napitupulu ternyata hal tersebut sudah direncanakan dan disepakati sebelum saya ditemui oleh Andi Agustinus bersama Irman, Diah Anggareni, Sugiharto di Hotel Gran Melia Kuningan,” kata Novanto.

“Kesepakatan pemberian fee kepada Komisi II DPR adalah kesepakatan antara saudara Irman, Andi Agustinus, dan almarhum Burhanuddin Napitupulu,” ucap Novanto.

Ia menjelaskan bahwa pada awal bulan Februari 2010, Irman, Andi Agustinus, dan almarhum Burhanuddin Napitupulu telah mendapat kesepakatan pemberian fee kepada anggota DPR.

Tak ingin harta disita dan hak politik dicabut
Selain sejumlah pembelaan tersebut, Setnov juga meminta kepada Majelis Hakim untuk tidak mencabut hak politik selama lima sebagaimana yang tertuang dalam tuntutan Jaksa Penuntut Umum KPK.

“Saya sudah hampir 20 tahun berkarir di dunia politik, dimulai dari tingkat yang paling bawah hingga menjadi Ketua DPR RI. Besar harapan saya agar pidana tambahan berupa pencabutan hak politik selama lima tahun terhitung sejak selesai menjalani hukum supaya dapat dipertimbangkan oleh yang mulia Majelis Hakim atau setidak-tidaknya dapat kesampingkan,” kata Novanto.

Ia mengatakan bahwa selama proses pemeriksaan persidangan, dirinya bersikap kooperatif baik kepada Jaksa Penuntut Umum maupun penyidik KPK untuk memperlancar semua persidangan.

“Saya masih mempunyai tanggungan istri dan dua orang anak yang masih duduk di bangku sekolah, khususnya anak saya Giovanno Farrel yang baru berusia 12 tahun, yang masih sangat membutuh figur seorang ayah,” tuturnya.

Selain itu, kata Novanto, dirinya juga masih memiliki tanggungan anak-anak tidak mampu pada Yayasan Pesantren Al-Hidayah di Sukabumi dan Yayasan Yatim Mulia Nurbuwah di Sawangan Depok.

Ia pun juga meminta kepada Majelis Hakim supaya mencabut pemblokiran seluruh aset milik keluarganya.

“Kepada Majelis Hakim yang mulia terhadap seluruh aset-aset, tabungan, giro, deposito, kendaraan, dan properti yang diblokir baik itu yang atas nama saya sendiri, atas nama istri saya, atas nama anak-anak saya yaitu Rheza Herwindo, Dwina Michaella, Gabriel Putranto dan Giovanno Farrel Novanto agar dapat dicabut pemblokirannya, karena berdasarkan fakta persidangan tidak ada kaitan langsung dengan perkara ini,” ujarnya.

Sebelumnya, mantan Ketua DPR Setya Novanto dituntut 16 tahun penjara ditambah denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan karena dinilai terbukti melakukan tindak pidana korupsi pengadaan KTP elektronik tahun anggaran 2011-2012.

Selain hukuman badan, jaksa KPK juga menuntut agar Setya Novanto membayar pidana pengganti senilai 7,3 juta dolar AS dikurangi Rp5 miliar yang sudah dikembalikan subsider 3 tahun kurungan dan pencabutan hak politik selama 5 tahun setelah menyelesaikan hukuman pokoknya.

Dalam perkara ini Setnov diduga menerima 7,3 juta dolar AS dan jam tangan Richard Mille senilai 135 ribu dolar AS dari proyek KTP-e.

Loading...

Comment

Silahkan nonaktifkan adblock anda untuk membaca konten kami.
Segarkan